Friday, October 12, 2012

Tanya Hati Berulang - Ulang Kali

Rona senja yang jingga harusnya kunikmati sore ini. Langkah kakiku terus melaju tanpa berhenti sejenak. Sore ini stasiun kereta sepi, hanya ada beberapa orang yang lalu lalang tanpa saling sapa. Kami memiliki tujuan masing – masing, memang tidak sama. Udara dingin pun seakan tak mau enyah dari sini, ya mungkin efek hujan deras tadi siang. Sweeter bludru warna coklat yang ku pakai dan scraft yang melingkar di leherku kali ini tidak bisa menahan udara dingin yang perlahan merasuk ke tulangku. Aku masih terus berjalan menuju tempat yang kuinginkan. Sebentar, lebih tepatnya bukan ke tempat yang kuinginkan melainkan menuju tempat janjian kami. Iya, aku akan menemui seseorang disana. Kupercepat langkah kakiku, karena angkot tadi sempat menahanku setengah jam di jalan. Aku terlambat. Semoga dia belum pergi, kakiku pun semakin cepat melangkah. Sesekali aku menengok kanan kiri untuk memastikan keberadaannya.
     Kakiku berhenti, mataku terpaku pada seorang lelaki yang duduk di seberang tempatku berdiri. Dia membelakangiku, terlihat jelas sosoknya sedang duduk disana menungguku. Lelaki itu duduk di sebuah kursi yang terbuat dari batang besi mengkilap sambil memegang cangkir plastik di tangannya, mungkin itu kopi yang dijual pedagang keliling disini. Aku berjalan mendekati dirinya. Kini, aku tepat berada dihadapannya. Tak ada satupun kata yang keluar dari mulutku. Beku, entah karena tergesa-gesa ke tempat ini atau tak tahu harus berkata apa.
 Dia menengok kearahku, sorot matanya memandangku. Dia memandangku dengan seksama, tanpa mengatakan apa – apa. Dia pun menaruh cangkir plastik yang digenggamnya seraya menggeser badannya dengan tujuan memberi spasi dan mempersilahkanku duduk. Aku pun duduk di sampingnya, masih tak ada sepenggal kata pun dari kami berdua. Suara kereta listrik yang lewat melintasi rel – rel baja yang berada di depan kami terdengar seperti orkestra yang tak beraturan namun tetap memilki harmoni.
            “Bagaimana kabar dia?” kalimat pertama yang dikatakannya kepadaku.
            “Kenapa menanyakan dia?” jawabku sambil menengok ke arahnya.
            “Aku ingin tahu.” Tambahnya.
“Tak seperti biasanya, ini pertama kali kau menanyakan kabarnya. Maaf, aku terlambat. Angkot tadi sempat bocor ban nya di jalan, aku pun harus menunggu.”
            “Keterlambatanmu, haruskah ada hukumannya?”
            “Kamu marah?”
“Iya. Tapi bukan karena menunggu keterlambatanmu, melainkan menunggumu sadar akan keberadaanku.”
Aku menghela napas panjang, kalimat itu menusuk batinku.
“Yudha, kenapa masih kau tanyakan lagi hal itu?”
“Aku tahu kamu tahu perasaanku, aku juga tahu bahwa aku tidak bertepuk sebelah tangan. Buktinya kau datang hari ini menemuiku”
“Jangan sok tahu!”
“Kau memang gadis yang hebat, masih bertahan dengannya meski dia sering menyakitimu”
“Aku mencintainya. Mungkin dulu dia pernah salah, tapi aku sudah memaafkannya.”
“Mencintainya? Mencintai dia yang membohongimu berkali – kali?”
Yudha beranjak dari tempat duduknya, kini dia berdiri tepat dihadapanku. Menatapku dengan serius, sorot mata keputus-asaan jelas tergambar didalamnya. Aku memalingkan wajahku, tak ingin menatapnya. Kedua tangannya memegang bahuku, menatapku dengan penuh arti.
           “Andin, kenapa kamu masih bertahan?”
Aku pun tak bisa menjawab apa – apa, aku menundukkan kepala. Ada beberapa sorot mata yang menatap kami, mereka melihat kami dari kejauhan. Entahlah, aku tidak mengubris keberadaan mereka.
“Kamu jelas tahu alasannya” Jawabku sambil melepas tangan Yudha di bahuku.
“Aku tidak suka melihatmu seperti ini, aku tahu kamu lelah.
  Kenapa kamu tidak menyerah?”
            “Aku menginginkannya, selalu bersamanya. Puas?”
Untuk kedua kalinya suara kereta listrik terdengar melewati rel kereta api, kali ini suaranya lebih keras dari sebelumnya. Bahkan, suaranya memecah keheningan stasiun kereta sore itu.
Aku tahu kalimatku benar – benar menampar hatinya. Tapi, ini perlu. Aku tidak akan menahannya disini, dia layak bahagia. Dia tak seharusnya menungguku siap melepaskan kekasihku. Aku tahu dia baik, lebih tepatnya dia mencintaiku. Tapi aku mencintai orang lain.
“Aku akan terus menunggumu, menunggumu sadar bahwa akulah orang yang tepat.”
            “Yudha...” aku menatapnya dengan perasaan bersalah.
“Setidaknya berdo’a lah agar aku tetap dengan perasaan ini. Aku takut kamu kecewa 
nanti, ketika menyadari bahwa kamu membutuhkanku disaat aku sudah lelah 
menunggumu dan pergi melupakanmu”
Entah untuk alasan apa, mendengar kalimat Yudha itu membuat airmata berlinang di pipiku. Scraft yang kupakai untuk menutupi leher karena udara dingin, kini mulai basah oleh airmataku. Dalam situasi ini, aku bertanya pada hati berulang – ulang kali apakah aku benar – benar tidak bisa dengan lelaki di hadapanku ini. Menanyakannya berulang – ulang kali lagi, apakah aku benar – benar tidak bisa melepaskan kekasihku untuk orang yang jelas – jelas ingin membahagiakanku. Masih menanyakannya lagi, berulang – ulang kali lagi, apakah aku benar – benar tidak bisa mencintai lelaki di hadapanku ini. Apa sebenarnya mauku, giliran yang baik disakitin, giliran yang membuat sakit di paksa bahagiain. Aku tidak bisa menjawabnya, aku benar – benar tidak bisa mengatakan apapun. Hati dan otak tidak bisa berkompromi untuk menjawab pertanyaan – pertanyaan ini, aku lelah.

10 comments:

  1. fiksi yang bagus, suka diksinya terutama yang

    bukan karena menunggu keterlambatanmu, melainkan menunggumu sadar akan keberadaanku

    ReplyDelete
  2. haai blognya keren deh. minta follbacknya ya. makasih cantik:)

    ReplyDelete
  3. Engga nyesel gue baca dari awal mulai akhir ceritanya bagus...Betul Betul Betul...Hae Hae Hae..Salam Kenal Ea dari aku...kalau sempat silahkan mampir ke blog.ku ea...aku tunggu followback sama komentarnya...thank's ea..salam persahbaatan dari aku.

    ReplyDelete
  4. nice banget :) followbacknya yah cantik :)

    ReplyDelete
  5. antara suka karena mata dan suka karena hati memang berbeda. namun yang abadi biasanya suka karena hati. Karena bagaimanapun hati tidak bisa kita bohongi...benar begitu mbak? Salam kenal dulu deh, plus followback my blog ya? makaciii...

    ReplyDelete
  6. Cakep banget tulisannya, sis!
    Thanks sharingnya dan salam kenal ya...
    Kalau sempat mampir sekalian mengundang untuk gabung dengan teman-teman lain yang sudah SUBMIT URL BLOG-nya ke Direktori Weblog Indonesia :)

    ReplyDelete
  7. saat kau tanya hatimu.. jangan dengarkan jawaban dari hatimu..
    tapi rasakanlah..
    karena dia tidak akan menjawab dengan kata2... tetapi dia menjawab dengan rasa... ^_^

    salam kenal http://runninayah.blogspot.com/2012/12/wahai-pemuda-dimanakah-kau-berada.html

    ReplyDelete