Rona
senja yang jingga harusnya kunikmati sore ini. Langkah kakiku terus melaju
tanpa berhenti sejenak. Sore ini stasiun kereta sepi, hanya ada beberapa orang
yang lalu lalang tanpa saling sapa. Kami memiliki tujuan masing – masing,
memang tidak sama. Udara dingin pun seakan tak mau enyah dari sini, ya mungkin
efek hujan deras tadi siang. Sweeter bludru warna coklat yang ku pakai dan
scraft yang melingkar di leherku kali ini tidak bisa menahan udara dingin yang
perlahan merasuk ke tulangku. Aku masih terus berjalan menuju tempat yang
kuinginkan. Sebentar, lebih tepatnya bukan ke tempat yang kuinginkan melainkan
menuju tempat janjian kami. Iya, aku akan menemui seseorang disana. Kupercepat
langkah kakiku, karena angkot tadi sempat menahanku setengah jam di jalan. Aku
terlambat. Semoga dia belum pergi, kakiku pun semakin cepat melangkah. Sesekali
aku menengok kanan kiri untuk memastikan keberadaannya.
Kakiku berhenti, mataku terpaku pada
seorang lelaki yang duduk di seberang tempatku berdiri. Dia membelakangiku,
terlihat jelas sosoknya sedang duduk disana menungguku. Lelaki itu duduk di
sebuah kursi yang terbuat dari batang besi mengkilap sambil memegang cangkir
plastik di tangannya, mungkin itu kopi yang dijual pedagang keliling disini.
Aku berjalan mendekati dirinya. Kini, aku tepat berada dihadapannya. Tak ada
satupun kata yang keluar dari mulutku. Beku, entah karena tergesa-gesa ke
tempat ini atau tak tahu harus berkata apa.
Dia menengok kearahku, sorot matanya
memandangku. Dia memandangku dengan seksama, tanpa mengatakan apa – apa. Dia
pun menaruh cangkir plastik yang digenggamnya seraya menggeser badannya dengan
tujuan memberi spasi dan mempersilahkanku duduk. Aku pun duduk di sampingnya,
masih tak ada sepenggal kata pun dari kami berdua. Suara kereta listrik yang
lewat melintasi rel – rel baja yang berada di depan kami terdengar seperti
orkestra yang tak beraturan namun tetap memilki harmoni.
“Bagaimana kabar dia?” kalimat
pertama yang dikatakannya kepadaku.
“Kenapa menanyakan dia?” jawabku
sambil menengok ke arahnya.
“Aku ingin tahu.” Tambahnya.
“Tak
seperti biasanya, ini pertama kali kau menanyakan kabarnya. Maaf, aku
terlambat. Angkot tadi sempat bocor ban nya di jalan, aku pun harus menunggu.”
“Keterlambatanmu, haruskah ada
hukumannya?”
“Kamu marah?”
“Iya.
Tapi bukan karena menunggu keterlambatanmu, melainkan menunggumu sadar akan
keberadaanku.”
Aku
menghela napas panjang, kalimat itu menusuk batinku.
“Yudha,
kenapa masih kau tanyakan lagi hal itu?”
“Aku
tahu kamu tahu perasaanku, aku juga tahu bahwa aku tidak bertepuk sebelah
tangan. Buktinya kau datang hari ini menemuiku”
“Jangan
sok tahu!”
“Kau
memang gadis yang hebat, masih bertahan dengannya meski dia sering menyakitimu”
“Aku
mencintainya. Mungkin dulu dia pernah salah, tapi aku sudah memaafkannya.”
“Mencintainya?
Mencintai dia yang membohongimu berkali – kali?”
Yudha
beranjak dari tempat duduknya, kini dia berdiri tepat dihadapanku. Menatapku
dengan serius, sorot mata keputus-asaan jelas tergambar didalamnya. Aku
memalingkan wajahku, tak ingin menatapnya. Kedua tangannya memegang bahuku,
menatapku dengan penuh arti.
“Andin,
kenapa kamu masih bertahan?”
Aku
pun tak bisa menjawab apa – apa, aku menundukkan kepala. Ada beberapa sorot mata
yang menatap kami, mereka melihat kami dari kejauhan. Entahlah, aku tidak
mengubris keberadaan mereka.
“Kamu
jelas tahu alasannya” Jawabku sambil melepas tangan Yudha di bahuku.
“Aku
tidak suka melihatmu seperti ini, aku tahu kamu lelah.
Kenapa kamu tidak menyerah?”
Kenapa kamu tidak menyerah?”
“Aku
menginginkannya, selalu bersamanya. Puas?”
Untuk
kedua kalinya suara kereta listrik terdengar melewati rel kereta api, kali ini
suaranya lebih keras dari sebelumnya. Bahkan, suaranya memecah keheningan
stasiun kereta sore itu.
Aku
tahu kalimatku benar – benar menampar hatinya. Tapi, ini perlu. Aku tidak akan
menahannya disini, dia layak bahagia. Dia tak seharusnya menungguku siap
melepaskan kekasihku. Aku tahu dia baik, lebih tepatnya dia mencintaiku. Tapi
aku mencintai orang lain.
“Aku
akan terus menunggumu, menunggumu sadar bahwa akulah orang yang tepat.”
“Yudha...”
aku menatapnya dengan perasaan bersalah.
“Setidaknya
berdo’a lah agar aku tetap dengan perasaan ini. Aku takut kamu kecewa
nanti, ketika menyadari bahwa kamu membutuhkanku disaat aku sudah lelah
menunggumu dan pergi melupakanmu”
nanti, ketika menyadari bahwa kamu membutuhkanku disaat aku sudah lelah
menunggumu dan pergi melupakanmu”
Entah
untuk alasan apa, mendengar kalimat Yudha itu membuat airmata berlinang di
pipiku. Scraft yang kupakai untuk menutupi leher karena udara dingin, kini
mulai basah oleh airmataku. Dalam situasi ini, aku bertanya pada hati berulang
– ulang kali apakah aku benar – benar tidak bisa dengan lelaki di hadapanku
ini. Menanyakannya berulang – ulang kali lagi, apakah aku benar – benar tidak
bisa melepaskan kekasihku untuk orang yang jelas – jelas ingin membahagiakanku.
Masih menanyakannya lagi, berulang – ulang kali lagi, apakah aku benar – benar
tidak bisa mencintai lelaki di hadapanku ini. Apa sebenarnya mauku, giliran
yang baik disakitin, giliran yang membuat sakit di paksa bahagiain. Aku tidak
bisa menjawabnya, aku benar – benar tidak bisa mengatakan apapun. Hati dan otak
tidak bisa berkompromi untuk menjawab pertanyaan – pertanyaan ini, aku lelah.
fiksi yang bagus, suka diksinya terutama yang
ReplyDeletebukan karena menunggu keterlambatanmu, melainkan menunggumu sadar akan keberadaanku
Terima kasih udah baca :')
Deletehaai blognya keren deh. minta follbacknya ya. makasih cantik:)
ReplyDeleteHehe.. Oke dear :)))
DeleteEngga nyesel gue baca dari awal mulai akhir ceritanya bagus...Betul Betul Betul...Hae Hae Hae..Salam Kenal Ea dari aku...kalau sempat silahkan mampir ke blog.ku ea...aku tunggu followback sama komentarnya...thank's ea..salam persahbaatan dari aku.
ReplyDeleteIya, makasih yah :D
Deletenice banget :) followbacknya yah cantik :)
ReplyDeleteantara suka karena mata dan suka karena hati memang berbeda. namun yang abadi biasanya suka karena hati. Karena bagaimanapun hati tidak bisa kita bohongi...benar begitu mbak? Salam kenal dulu deh, plus followback my blog ya? makaciii...
ReplyDeleteCakep banget tulisannya, sis!
ReplyDeleteThanks sharingnya dan salam kenal ya...
Kalau sempat mampir sekalian mengundang untuk gabung dengan teman-teman lain yang sudah SUBMIT URL BLOG-nya ke Direktori Weblog Indonesia :)
saat kau tanya hatimu.. jangan dengarkan jawaban dari hatimu..
ReplyDeletetapi rasakanlah..
karena dia tidak akan menjawab dengan kata2... tetapi dia menjawab dengan rasa... ^_^
salam kenal http://runninayah.blogspot.com/2012/12/wahai-pemuda-dimanakah-kau-berada.html