Ada
sebuah cerita kecil yang kita torehkan sebagai bagian dari masa lalu. Di sebuah
sudut kota yang bernama Jogja. Ada cerita antara aku dan kamu. Yang dahulu menjadi
kita. Bersama. Menyusuri trotoar pinggir jalan bergandengan tangan di bawah
senja yang jingga. Aku bersyukur menikmati senja yang jingga bersamamu. Bersenda
gurau, saling melempar senyum, menghabiskan waktu untuk berbicara tentang topik
yang tak terencana sebelumnya. Tapi kita menikmatinya. Ah senangnya!
Di sebuah
sudut kota bernama Jogja. Ada rindu yang saling berpaut. Kita bertemu. Membayar
semua hariku tanpamu. Kita terus berjalan menyusuri jalan hingga raga kita
berhenti ditempat yang tak terencana pula. Semua mengalir apa adanya. Tiada
kepura-puraan, jujur, dan hangat. Ada euphoria
yang meletup-letup di dalam dada. Ada malu yang tersembunyi dibalik senyuman.
Ada bahagia yang terlukis di dalam tawa. Semua melengkapi komunikasi dua arah
sore itu.
Di sebuah
sudut kota bernama Jogja. Ada pelukan hangat yang tak terlupakan. Ada rasa yang
memaksa untuk menjeda waktu, menghentikan kebisingan jalan, meluruhkan rindu
yang menggebu. Pelukan yang berasal dari kamu. Menjadi pelabuhan rindu, tempat sandaran lelahku, dan mendengar berisik
keluhku. Ada janji untuk bersama setelah hari itu. Ada kenangan yang dibungkus
haru tersimpan di dalam kalbu. Sudut itu menjadi saksinya. Aku dan Kamu,
begitulah hari itu, di sudut kota bernama Jogja.