Sunday, November 3, 2013

Nandini

Nandini,
Senjaku tak ubahnya repetisi kehilangan, kehilangan yang cukup dalam.
Kerinduan dengan binalnya mengoyak hati tanpa ampun, menjadikannya hancur lebur.
Masih terekam jelas di memori otak bagaimana aku yang penuh gempita menanti kehadiranmu.
Sewaktu kau masih sebesar biji salak, aku tak putus melafalkan do’a meminta Tuhan menjagamu dalam rahimku.
Jemariku acap kali membelai lembut dirimu meski dari kulit luar tubuhku. Apa kau menerima jutaan sinyal kasih dan sayang di dalam sana? Apa kau merasakan degup jantungku yang riuh mengajakmu bicara? Apa kau merasakan hangat dan nyaman teramat sangat?
Aku merasakanmu, hidup.
Seringkali aku berpikir bahwa nafas yang kuhembuskan mungkin setengahnya adalah nafasmu.