Showing posts with label letter. Show all posts
Showing posts with label letter. Show all posts

Sunday, November 3, 2013

Nandini

Nandini,
Senjaku tak ubahnya repetisi kehilangan, kehilangan yang cukup dalam.
Kerinduan dengan binalnya mengoyak hati tanpa ampun, menjadikannya hancur lebur.
Masih terekam jelas di memori otak bagaimana aku yang penuh gempita menanti kehadiranmu.
Sewaktu kau masih sebesar biji salak, aku tak putus melafalkan do’a meminta Tuhan menjagamu dalam rahimku.
Jemariku acap kali membelai lembut dirimu meski dari kulit luar tubuhku. Apa kau menerima jutaan sinyal kasih dan sayang di dalam sana? Apa kau merasakan degup jantungku yang riuh mengajakmu bicara? Apa kau merasakan hangat dan nyaman teramat sangat?
Aku merasakanmu, hidup.
Seringkali aku berpikir bahwa nafas yang kuhembuskan mungkin setengahnya adalah nafasmu.

Thursday, August 15, 2013

Surat untuk Suamiku

Jogjakarta, 11 Desember 2012

Selamat pagi, sayang..
Sebenarnya aku cukup kikuk menuliskan surat ini. Sudah cukup lama aku tidak menuliskan surat untukmu. Tapi baiklah, kali ini kucoba untuk lebih bersungguh-sungguh menulisnya.
Aku yakin kamu sedang tersenyum geli membaca tulisan ini. Ah, bagaimana ya menulis surat cinta? Aku lupa. Dulu memang sering kita berbalas tulisan-tulisan manis melalui surat elektrik.
Sayang, mencintaimu itu mudah.
Aku tidak perlu kursus atau membaca buku panduan terlebih dahulu untuk melakukannya.
Aku mencintaimu utuh. Aku menerima kekurangan dan kelebihanmu. Terdengar klasik ya? Oh, baiklah. Begini saja, aku mencintai keseluruhanmu sampai aku ingin terus hidup didekatmu dan menua bersama.
Semenjak hari dimana kau lingkarkan sebuah cincin di jari manisku dan kau yang dengan keringat dingin akhirnya berhasil mengucapkan ijab kabul tanpa pengulangan, aku yakin bahwa aku bisa mencintaimu utuh. Menerimamu dalam keadaan bagaimanapun juga.

Saturday, December 29, 2012

A Letter written by BJ. Habibie


Tak dapat aku pungkiri, sisi melodramatik ku selalu muncul disetiap hujan turun. Aku memang pecandu hujan dan penikmat senja. Dan di hujan kesekian ini, aku tenggelam dalam imajiku dan teringat akan salah satu surat manis yang sempat ku baca beberapa hari yang lalu. Surat tersebut ditulis oleh Bapak B.J Habibie yang diperuntukkan kepada almarhum istrinya Ibu Ainun. Aku benar menyukainya, bahkan aku meneteskan airmata di deretan kata yang tertulis didalamnya. Sederhana, namun rangkaian kata beliau menyentuh relung hatiku. Perjalanan cinta mereka adalah sejarah. Aku sengaja memposting surat tersebut di halaman blogku. :”) 


Sebenarnya ini bukan tentang kematian, bukan itu, karena aku tahu bahwa semua yang ada pasti menjadi tiada pada akhirnya, dan kematian adalah sesuatu yang pasti.
Dan kali ini adalah giliranmu untuk pergi, aku sangat tahu itu. Tapi yang membuatku tersentak sedemikian hebat adalah kenyataan bahwa kematian benar-benar dapat memutuskan kebahagiaan seseorang, sekejap saja, lalu rasanya mampu membuatku menjadi nelangsa setengah mati. Hatiku seperti melompong, hilang isi.

Wednesday, September 5, 2012

Surat untukmu, Pemilik Hati-nya

Katakan pada kekasihmu, dulu aku tak mencintainya.
Katakan pada dirinya, dulu dia bertepuk sebelah tangan.
Katakan juga kepadanya, dulu dia sempat menyerah memperjuangkanku.
Kini, ijinkan aku berbicara padamu.
Aku menyadari bahwa aku pernah memiliki orang yang tepat.
Aku menyadari bahwa aku pernah mencintainya, dia tak lagi bertepuk sebelah tangan.
Aku menyadari bahwa aku pernah memperjuangkan hatinya ‘lagi’ untukku.